"Dik, kamu itu kelamaan jomblo..."

Gadis dengan tinggi yang tak lebih dari 158 cm itu bertubuh mungil, bagi orang-orang yang tak
mengenalnya mengira ia siswa Sekolah Menengah Pertama. Baru saja beberapa minggu yang lalu usianya genap 18 tahun dan sedang menunggu ijazah kelulusan SMA. Setelah lulus SMA tentunya ia ingin melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri. Libur 3 bulan atau mungkin lebih menjadi hal yang ditunggu-tunggu siswa kelas XII. Tak terkecuali gadis ini. Liburan yang ia dambakan, sedikit eh semuanya! Melenceng dari skenario yang diangankan. Ia mendambakan liburan yang tenang, cukup menyiapkan diri menjadi calon mahasiswi baru dan menekuni hobi tata riasnya. Tapi kenyataannya, ia harus keluar dari zona ternyamannya sebagai remaja. 
Nenek dan kakek yang sudah 4 bulan terakhir ini sakit, kini tinggal bersama di rumah yang sebelumnya hanya ada 4 anggota keluarga yaitu ayah, ibu, adik , dan ia sendiri. Awalnya ia tak ambil pusing dengan keadaan ini, tapi seiring bertambahnya kegiatan lain. Gadis ini mulai penat dengan kondisi yang baru ia alami. Tugas-tugas terbengkalai, niat makan pun berkurang tapi malah membuat ia diet tanpa rencana. 
Sebenarnya bisa saja ia bercerita kepada teman-temannya tentang masalah yang ia hadapi. Tapi dalam benaknya, "tiap orang sudah memiliki masalah sendiri. Apa tidak egois menambah beban saja dengan bercerita masalah sendiri kepada mereka ?"
Cukup hari itu ia berkata pada ibunya, "Bu, rasanya kok malas ya mau ini itu, serba berat. Hmm kenapa ya ?"
Ibu memberi jawaban yang tidak sesuai dengan hati gadis itu, ia pun berusaha memberi jawaban yang lebih tepat hanya saja tak ingin kalau ketepatan itu menambah beban pikiran ibu. 

------------------------------------------------------

Hi readers, 
Sebenarnya "gadis" pada cerita di atas adalah aku, Diah.
2 Minggu terakhir aku merasa jenuh, penuh beban, jadi tambah pelupa, kadang ngga niat makan, ngerasa waktu habis aja, dan ngerasa useless.

Kalau aku ceritain, apa aja kegiatanku. Sebenarnya ngga rumit cuma sering keluar rumah untuk koordinasi kegiatan. Seperti dua minggu terakhir ini, aku harus sering ketemu teman untuk persiapan kemah budaya, persiapan PTN karena aku mau ikut test gitu, aku mau lomba terakhir ngewakilin SMA tercinta, di rumah ya aku pingin juga lebih berguna.
Jadi di pagi hari aku mengajak kakekku jalan-jalan, terus bantu bersih-bersih rumah inipun kalau aku tidak ada kegiatan di luar rumah yang mengharuskan keluar pagi. 

Kenapa aku mengajak kakek jalan pagi, karena kakekku sedang sakit stroke ringan. Dan nenekku sepertinya ia banyak pikiran atau kasarnya aku bilang depresi ringan. Dari kisah temanku yang juga memiliki kakek dengan sakit stroke, ya penderita stroke memang lebih cerewet, mudah emosian, tersinggung. Kakeku ya begitu, palingan abis jalan pagi, sarapan, terus nonton tv atau berjemur di bawah matahari pagi, kemudian tidur, dan berulang terus seperti itu. Sementara nenekku, ngga mau ditinggal sendiri, cepat merasa pusing, sakit maag, dan susah tidur pada malam hari. 

Aku kasian dengan kedua orang tuaku, bertambah lagi beban mereka selain menyekolahkan aku dan adik. Ya walaupun, itu bakti mereka kepada orang tua. Tapi, anak mana sih yang tidak sedih melihat orang tuanya dalam kondisi deperti ini di hari tuanya. 

Nenek dan kakekku itu saat muda hingga satu tahun sebelum ini menjalankan usaha pengolahan padi di kampung. Dan diakui sukses oleh semua orang. Terbukti bisa memiliki tanah, rumah, mobil, dan aset-aset lainnya. Bahkan menyekolahkan kedua anaknya di Universitas ternama dengan biaya tinggi. Tapi sayang sekali, masa tuanya begini amat. 

Kedua anak, ya! Ayahku adalah anak kedua, sementara anak pertamanya di kampung. 
Aku tidak mau berkisah apa yang terjadi karena bersifat pribadi. Aku langsung saja pada inti perasaanku saat ini. Justru ini jadi motivasi buat aku, kelak aku dan adik harus kompak jadi saudara. Ibu dan Ayah kami harus bahagia di hari tua. Kita anak-anaknya, harus jaga orang tua seperti mereka menjaga kita. 

Di usia 18 tahun, usia menuju kedewasaan. Aku sebut semua keadaan ini adalah ujian awal untuk "gelar dewasa". Aku harus ikhlas, baiklah :) Aku kaget, karena aku harus belajar lebih mandiri, bahkan mulai memutuskan sendiri mau jadi apa masa depanku ini. Seperti menentukan prodi di PTN nanti.
Sementara banyak kegiatan seperti sekarang, aku dikejar perasaan khawatir menjelang test menuju PTN, saingannya banyak, dan pasti semua punya "nilai". Dan aku , hehhee tetap tidak boleh pesimis

Aku bingung mau cerita perasaanku ini ke siapa. Mau ke 6 temanku yang di foto graduation sebelumnya ? Aku ragu, karena kita sudah jarang ketemu karena rumah kami jauh hehhe belum lagi jadwal kegiatanku tak terjadwal =.=

Ada satu orang yang sebenarnya bisa menghilangkan galau ngga jelas ini hanya dengan cara curhat, karena aku merasa dia bisa menjadi sosok kakak buatku. Dia laki-laki, namun aku  tidak ingin terjebak perasaan, karena aku punya feeling kalau dia sangat cocok jadi kakakku.. Dia sosok yang berpikir jangka panjang, logis, bisa menuntun, melindungi dari "buaya-buaya" hahha. Tapi aku sadar dia juga punya kehidupan sendiri. Di masa-masa begini, jadi inget sesi curcol malam yang dibahas mulai hal-hal sosial, masalah pribadi tapi ngga bawa serius amat sih, slow.
Apalagi status lama menjomblo yang  sama-sama kita sandang hahhhaa
Lebih tepatnya saling menertawai satu sama lain. 

Di saat galau, baper parah kayak gini jadi inget pesan konyol kakakku ini, 
"Dik, kamu itu kelamaan jomblo kayak aku. mending cari pacar sana."
Dengan gengsi yang lebih tinggi dari 158 cm ini mana mau =.= Masa cewek yang nyari , huh


Tapi aku yakin Tuhan tak pernah tidur, aku yakin Tuhan lebih tahu perasaanku ini, dan yakin akan indah pada saat yang tepat. Termasuk itu kapan pacaran, nanti ajalah
Karena hasil SNMPTN, PMDK lebih aku damba sebelum sosok "He".


Sekian cerita ini, sebenernya sih ngga niat rapi untuk menulis. Cuma pingin curhat :)

See you  


Comments

Jangan lupa subcribe